Artikel

Eksistensi Lukisan Kaligrafi

Eksistensi Lukisan Kaligrafi Islam dalam Masyarakat

File0028
Lukisan Kaligrafi Islam (Karya Abd. Aziz Ahmad)

Membicarakan tentang seni lukis khususnya kaligrafi Islam ternyata banyak perupa atau kaligrafer yang terinspirasi untuk mengangkat apa yang  dilihat dan dirasakan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari, karena seniman adalah bagian dari warga masyarakat. Mempunyai mata hati yang dapat merasakan dan menggetarkan perasaannya untuk diekspresikan melalui karya berupa kaligrafi Islam. Sekalipun yang menjadi tema tulisan di atas kanvasnya adalah kutipan dari ayat-ayat suci alquran, hadis Nabi atau kata-kata bijak dari seorang filosof. Sesungguhnya tema-tema yang diangkat adalah yang dirasakan relevan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Sebagai contoh melihat begitu maraknya orang berlomba-lomba menumpuk harta kekayaan dunia, apakah harta itu didapatkan dari jala halal atau haram, seorang kaligrafer tetarik mengangkat ayat yang menjelaskan tentang bagaimana nikmat yang selalu ditambahkan kepada orang-orang yang bersyukur atas nikmat yang telah dianugrahkan kepadanya. Demikian pula kelanjutan ayat tersebut memberi ancaman siksa yang pedih terhadap orang-orang yang ingkar terhadap nikmat Allah, yaitu orang-orang yang tak pandai bersyukur tehadap nikmat Allah swt. (QS. Ibrahim: 7).

Seorang seniman dituntut kreatif dan inovatif senantiasa mencari ide-ide baru dalam karya-karya yang mereka hasilkan. Ide kreatif itu mungkin diwujudkan dalam pemilihan materi yang digunakan atau  dalam pemilihan tema-tema yang diangkat dalam karyanya. Kendatipun berbagai tema yang dapat muncul menjadi subject matter dalam sebuah karya kaligrafi Islam pada garis besarnya dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan fungsinya. Adalah sebagai berikut; 1) berfungsi mendidik (education); 2) berfungsi menghias (decoration), 3) berfungsi hiburan (entertainment), 4) berfungsi dakwah (advice). Keempat fungsi di atas dapat mempengaruhi jiwa dan perasaan para penontonnya.

Karya Seni Kaligrafi Islam yang Mendidik

Pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan dan membentuk moral bangsa. Sebagaimana tujuan pendidikan nasional kita adalah; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak  serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.  (UUD No. 20 Th. 2003 Pasal 3).

Pertanyaannya adalah, lukisan kaligrafi yang bagaimana yang dikategorikan sebagai karya yang mendidik, dan yang bagaimana pula sebaliknya yang tidak mendidik? Untuk menjawab pertanyaan ini tentunya tidak terlalu gampang karena setiap karya yang dikategorikan tidak mendidik akan ada pembelaan yang dahsyat dari orang-orang atau kelompok yang pro kepada karya tersebut dan paling tidak pembelaan itu datangnya dari senimannya sendiri. Jadi untuk menentukan hal tersebut kita seharusnya menggunakan suatu acuan atau indikator, misalnya acuannya menyangkut moral, agama dan adat istiadat atau bebiasaan yang berlaku dalam masyarakat setempat.

Kita mengambil sebuah contoh karya seni lukis yang menampilkan aurat wanita atau laki-laki yang dari berbagai kalangan menyebutnya sebagai karya pornografi yang melanggar kesusilaan dan ajaran agama. Pengkategorian tersebut mendapat pembelaan yang gencar dari seniman pembuatnya dan juga dari kelompok yang berpihak pada karya tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah karya seni murni dan ekspresi dari senimannya secara bebas. Maka timbullah istilah L’art pour l’art atau seni untuk seni.  Ini adalah semboyan yang biasa didengungkan sebagai ungkapan bahwa kesenian hanya bertujuan dan berfungsi untuk kesenian itu sendiri. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh Theophile Gautier (Prancis) yang merupakan reaksi dari keadaan pada zamannya. Gautier lahir 30 Agustus 1811 dan meninggal, 23 Oktober 1872, di samping dia sebagai seniman dia juga sebagai kritikus seni. Ia menelorkan gagasan ini agar seni dimurnikan kembali dari tendensi-tendensi yang ada sebelumnya, baik yang politis, komersial materialistik sebagai revolusi industri, maupun yang oralistik ala Plato dan Tolstoy. Pada prinsipnya ia meminta agar seni dinikmati dan dihargai bukan karena alasan-alasan lain yang ada di luar seni itu sendiri. Jadi paham ini lebih cenderung kepada paham hedonistik yaitu upaya mencari kesenangan duniawi semata, tanpa menghiraukan nilai yang lainnya. Dalam Islam atau seni Islami tidak mengenal istilah “seni untuk seni”, namun seni untuk dakwah dan syiar agama Islam.

Selanjutnya lukisan Affandi yang bertemakan seorang pengemis bertopi caping berjudul; Dia datang. Dia menunggu. Dia pergi, karya tahun 1944. Medianya menggunakan akuarel. Affandi tidak melihat pengemis sebagai objek yang selesai setelah dilukis. Dia tidak berlaku sebagai seorang juru potret yang menjepret obyek setelah itu selesai. Tetapi dia masuk ke dalam obyek, menghayati dalam arti sesungguhnya. Bahkan dia pernah bilang pada isterinya, Maryati, ingin hidup menggelandang dan sekalian mengemis untuk menangkap esensi kehidupan mereka. Walaupun Maryati menolak niat “edan” ini. Affandi menulis  kalimat-kalimat di atas secarik kertas tentang pengemis yang dilukisnya: “Tiap hari saya observer ini orang tua. Saya perhatikan kalau dia jalan di jalan besar menuju ke rumah saya. Kemudian dia membuka topi dan berdiri di depan rumah. Sebelum saya kasih apa-apa, selalu saya ajak dia ngobrol, sambil saya observer dia, kemudian sesudah saya kasih uang, dia pergi. Saya lihat-lihat cara dia pergi berjalan. Beberapa minggu saya observer dia, kemudian dapat ide sehingga jadi ini lukisan. Tiap hari dia dilukis dan selama itu dia jadi tamu saya, di logeren saya. Waktu malam sebelum dia tidur saya mengobrolkan penghidupan. Dalam tahun 1947 saya sekonyong ketemu dia di pasar sedang mengemis. Dia senang sekali dan minta saya suka datang ke rumahnya. Sayang saya tidak dapat datang berhubung saya sedang dinas di front depan Krawang. Memang saya terharu, begitu baik hati orang ini dan pula mempunyai rumah sendiri. ……dst.[i]

Jadi, karya seni rupa yang mendidik adalah karya-karya yang bila ditonton atau diamati kita mendapatkan suatu pelajaran yang berharga. Pelajaran adalah tentunya  yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu antara lain;  membentuk watak  kepribadian serta peradaban bangsa, menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. Tentunya ini adalah suatu tujuan yang sangat ideal yang mana suatu karya sangat jarang memuat kesemuanya itu, dan paling tidak ada salah satunya sudah bisa dianggap suatu karya yang mendidik. Misalnya kita ambil contoh yang sedang marak pada akhir-akhir ini adalah karya seni rupa yang bermuatan politik, penggambaran orang-orang yang beunjuk rasa, hal itu menunjukkan bagaimana seniman  turut merasakan gejolak yang terjadi dalam masyarakat dan ingin  mendidik  tentang bagaimana menjadi warga yang demokratis, yang menghargai pendapat dan aspirasi orang lain.

Sebetulnya dalam bidang kesenian dapat dipadukan berbagai bidang lainnya, menurut Wardani[ii], seni rupa, musik, tari, drama dapat dipadukan di samping keterpaduan dengan ilmu lain seperti matematika, IPA, IPS, agama, olahraga dan lain-lain. Selanjutnya dinyatakan bahwa melalui pendidikan seni yang tepat dan benar diharapkan perkembangan mental peserta didik seperti kepekaan estetis artistik, daya cipta, intuitif, imajinatif, dan kritis terhadap lingkungan dapat berkembang secara optimal. Kesemuanya itu dapat membentuk karakter bangsa untuk generasi penerus dalam kehidupan berbangsa.

Kaligrafi Islam Berfungsi Menghias

Setiap karya seni rupa termasuk kaligrafi Islam mempunyai fungsi menghias, artinya dengan kehadiran sebuah karya seni (lukisan) dalam sebuah ruangan dapat menambah semarak keindahan ruangan. Apalagi dengan penempatan yang tepat dapat menjadi penyeimbang dengan objek yang ada di sekelilingnya. Misalnya penyesuaian dengan penataan kursi, meja, vas bunga,  kalau lukisan itu ditempatkan di ruang tamu. Jadi berfungsi sebagai salah satu elemen dalam penataan  komposisi yang diinginkan. Dalam hal ini  fungsi sebuah karya seni rupa tak lebih adalah sebagai benda pajangan, penghias ruangan. Sekalipun demikian fungsi ini bukan semata untuk menghias ruangan apalagi kalau itu dimuati  dengan tema-tema yang dapat menarik perhatian bagi pemirsanya misalnya tema-tema tentang politik dan masalah kemasyarakatan lainnya.

Fungsi menghias dimaksudkan adalah karya seni rupa yang diperuntukkan hkusus pada sebuah ruangan misalnya, lukisan buah-buahan di ruang makan, lukisan keluarga bahagia ditempatkan di ruang keluarga, lukisan kaligrafi dan masjid ditempatkan di ruang salat atau mushalla, lukisan yang berwarna cerah di kamar tidur dan sebagainya. Karya-karya tersebut menganut asas keserasian dengan tempat atau dinding di mana karya itu ditempatkan.

Kaligrafi Islam Berfungsi Menghibur

Pada umumnya berbagai bidang  seni berfungsi menghibur.  Artinya, setelah kita  mengamati sebuah karya seni rupa  kita mendapatkan sesuatu yang menghibur, membuat kita melupakan sejenak problematika kehidupan yang dialami. Kita merasa berada dalam suatu zona yang aman tenteram terhindar dari rasa resah dan gelisah. Pokoknya kita merasa mendapatkan sesuatu yang membahagiakan dan menyenangkan. Tidak salah kalau ada seorang kritikus seni yang mendefinisikan seni adalah sesuatu yang menyenangkan.

Timbul sebuah pertanyaan bahwa terkadang juga kita menikmati sebuah karya seni rupa kita mendapatkan kesan yang tidak menyenangkan. Kita mendapatkan kesan kasihan, menjijikkan, menggemaskan, menyedihkan dan sebagainya. Seperti melihat foto-foto, atau lukisan yang menggambarkan dengan nyata bagaimana penderitaan yang dialami seseorang yang tinggal di kolom jembatan misalnya.  Apakah penderitaan itu disebabkan karena ulah sendiri maupun penderitaan yang diakibatkan oleh faktor alam seperti tanah longsor, banjir, erupsi gunung merapi dan sebagainya. Walaupun demikian, karya seperti itu cukup berhasil dalam hal menggugah hati penontonya. Dan dengan demikian kita mendapatkan suatu pencerahan, yang pada akhirnya merasa terhibur di samping bisa juga berbagi rezki kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung.

Kaligrafi Islam Berfungsi Dakwah

Banyak karya-karya seni rupa mengangkat tema-tema yang lagi hangat di bicarakan dalam masyarakat. Hal itu menjadi sumber inspirasi bagi seorang seniman untuk memulai kreasinya, mengangkat tema-tema seperti tentang  korupsi, wabah penyakit yang harus diwaspadai, informasi tentang kebijakan pemerintah dan lainnya. Melalui karya seni rupa terkadang informasi itu lebih efektif dibandingkan dengan lewat pidato dan berupa teks saja, apalagi kalau itu dibuat jenaka yang dapat membuat orang terhibur. Contoh lain pemberitaan yang lagi hangat tentang korupsi misalnya, para seniman bisa menjadikannya sebagai tema dalam karyanya.  Tentu tidak secara vulgar menampakkan wajah dari pelakunya. Hal itu  untuk menghindari klaim atau tuntutan dari orang yang bersangkutan. Karya seni yang baik adalah karya yang tidak secara langsung mengarahkan kritikan kepada seseorang atau kelompok tertentu, tetapi bersifat universal, jadi yang dituju adalah menyangkut karakter kemanusiaan secara universal.

Informasi yang disampaikan juga semestinya informasi yang dijamin keakuratan datanya, kebenaran informasinya, tidak boleh mengandung kebohongan, dan mengada-ada karena kalau suatu karya tidak sesuai kenyataan hal itu  juga bisa disebut kebohongan publik. Karya yang dimaksud adalah karya aliran realistis bukan aliran surealistis. Aliran surealistis adalah sebuah penggambaran alam mimpi, khayalan, yang terkadang tidak ditemukan di alam nyata, karena konsep awalnya adalah memang karya imajinatif. Informasi yang disampaikan lewat karya hendaknya informasi yang mendidik, dan menghibur para penontonnya. Informasi  yang dapat mencerahkan perasaan bagi  apresiatornya. Dengan demikian perlu  dihindari informasi yang dapat membingunkan masyarakat.

Pada kesimpulannya adalah sebuah karya seni rupa hendaknya ditempatkan menurut sepantasnya, karena karya itu di samping berfungsi sebagai penghias ruangan, pemberi informasi  dan sebagai penghibur, yang tak kalah pentingnya adalah fungsinya sebagai pendidik buat seisi rumah, seluruh keluarga yang setiap harinya selalu berhadapan melihat karya-karya seni rupa yang terpajang di dinding, entah itu disengaja atau tidak. Hendaknya kita bisa menyeleksi karya yang bagaimana yang mendidik, membina moral kepribadian anak dalam mempersiapkan masa depan mereka. Dengan memajang karya seni rupa di rumah dengan sendirinya kita telah memberikan sebuah “materi” pembelajaran bagi keluarga. Sebagaimana dinyatakan oleh  Sanjaya[iii] bahwa, belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkab munculnya perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Hal itu terjadi pada diri masing-masing individu.  Karya seni rupa yang mendidik dimaksudkan adalah karya yang memiliki roh dari  tujuan pendidikan nasional kita. Karya seni rupa,  merupakan sebuah elemen yang perlu mendapat perhatian dalam pembentukan karakter bangsa, yang semestinya penerapannya berawal  dari keluaga kita  masing-masing sebagai salah satu unit  dari kehidupan bermasyarakat secara umum.  Wallahua’lam  (26 Des.2011)***


[i] Rizal, Ray. 1990. Affandi: Hari Sudah Tinggi. Jakarta: Metro Pos.

[ii] Wardani, Cut Kamaril, 2004. Pendidikan Melalui Seni dalam Pendekatan Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta

[iii] Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *